Pages

Friday, March 25, 2011

masa depan listrik nasional dan hiruk pikuk PLN


Energi merupakan sektor “primadona” di semua negara. Tidak ada satu pun negara yang bisa memisahkan visi pembangunannya dari keberadaan energi. Energi memang bukan segalanya, tapi bukankah segalanya tidak bisa berjalan tanpa adanya energi?  Energi ini akhirnya akan mengerucut pada energi listrik sebagai hasil olahan dari energi lainnya dan bahan bakar dari minyak bumi sebagai energi dominan bagi kebutuhan masyarakat.

Listrik adalah salah satu bentuk energi yang manfaatnya dirasakan langsung di kehidupan , baik itu untuk kegiatan industri , rumah tangga, dan lain-lain. Pihak utama yang paling berperan penting pada penyediaan listrik di negara ini adalah PT PLN (Persero) selain Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan kebijakan-kebijakan yang berhubungan.

Pada Anggaran Dasar PLN Nomor 38 Tahun 1998 Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan dan lapangan usaha PLN adalah menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas.

Di Indonesia sendiri penyediaan energi listrik masih belum mencapai kondisi ideal. Pemadaman listrik masih sering terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia akibat keterlambatan atau berkurangnya pasokan sumber energi atau sumber bahan bakar PLN. Bahkan masih banyak wilayah yang belum terjamah oleh listrik. Keterlambatan penyelesaian proyek pembangkit tenaga listrik  baik proyek PLN maupun IPP (Independent Power Producer atau Perusahaan Listrik Swasta) menyebabkan terjadinya krisis penyediaan tenaga listrik di wilayah operasi di negara ini. Penyebab keterlambatan ada berbagai hal , antara lain kesulitan pendanaan dan kendala pembangunan di lapangan sehingga proyek yang sudah dijadwalkan tidak dapat beroperasi tepat waktu.

Peran pihak swasta dalam membantu memenuhi kebutuhan listrik negara juga tidak bisa diabaikan. Partisipasi swasta dalam penyediaan tenaga listrik di Indonesia hingga 10 tahun mendatang sangat besar, yaitu mencapai sekitar 33 % dari kapasitas total. Pihak swasta adalah pihak yang memproduksi listrik sendiri dan PLN akan membeli listrik tersebut dengan harga beli yang telah disetujui untuk selanjutnya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat. Penyerahan pembangunan sebagian pembangkit kepada pihak swasta adalah salah satu langkah yang positif. Hal ini akan membuat pihak swasta mendapat kesempatan untuk berpartisipasi. Sementara itu PLN akan mempunyai ruang untuk melakukan pembiayaan pos-pos kelistrikan lainnya. Untuk membuat kerjasama yang baik dengan swasta perlu dirumuskan regulasi tentang harga penjualan listrik yang menarik atau menghasilkan profit pihak swasta tersebut . Dalam pengoperasiannya tentu PLN harus mengawasi dan mengevaluasi pihak swasta agar bisa optimal dalam produksi listrik.

BAHAN BAKAR PRODUKSI LISTRIK
Energi listrik dihasilkan oleh pembangkit dengan berbahan bakar sumber energi lainnya. Bahan bakar dari minyak bumi adalah bahan bakar utama pembangkitan energi listrik PLN selama ini. PLN sendiri sudah menyusun Rencana jangka panjang penggunaan bahan bakar untuk produksi listrik sampai tahun 2019.

Pembangkit berbahan  batubara akan menjadi tulang punggung sistem pembangkitan Indonesia pada kurun waktu sepuluh tahun mendatang , disusul oleh gas alam dan kemudian pembangkit energi terbarukan , sementara pembangkit berbahan bakar minyak direncanakan semakin jauh berkurang. Hal ini mencerminkan usaha PLN untuk mengurangi konsumsi minyak bumi.
Pengembangan energi terbarukan juga harus nyata dilakukan dan harus ada kebijakan yang jelas dari pemerintah yang secara tegas mendukungnya.  PLN sudah membuat rancangan pengembangan EBT yang terbagi dalam 2 tahap:
Tahap I (2010 – 2014) : diutamakan untuk wilayah Indonesia Timur dengan menerapkan sistem hybrid (gabungan PLTD BBM dengan EBT). Pada perioda ini kemampuan keuangan PLN masih terbatas, dan pembangunan EBT dimaksudkan untuk dapat mengurangi penggunaan BBM sehingga dapat mengurangi biaya pokok produksi, terutama untuk daerah-daerah tertinggal, pulau-pulau terdepan (dekat perbatasan) dan pulau-pulau terluar. EBT yang akan dikembangkan adalah PLTMH, PLTS, PLTB, biofuel dan PLT biomass. Selain itu di wilayah Indonesia Barat akan dikembangkan PLT biomass dan PLTMH.
Tahap II (2015 – 2019) : sejalan dengan membaiknya kondisi keuangan PLN pada perioda ini pembangunan EBT dapat ditingkatkan kapasitasnya di seluruh Indonesia, terutama untuk PLTS dan PLTB di daerah tertinggal, pulau terdepan dan pulau terluar atau terpencil, termasuk juga daerah yang belum dilistriki oleh PLN. Untuk dapat melaksanakan program tersebut sangat diperlukan dukungan dan kerjasama semua pihak terutama PLN, pemerintah pusat, daerah, swasta dan masyarakat.

Potensi Batubara
Berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2008 -2027, potensi batubara di Indonesia adalah 93.059 juta ton yang tersebar terutama di Kalimantan sebesar 54.405 juta ton dan di Sumatera Selatan sebesar 47.085 juta ton. Pemakaian batubara tipikal sebuah PLTU 1.000 MW adalah sebanyak 3,2 juta ton per tahun. Dengan demikian bisa diambil keseimpulan bahwa potensi batubara Indonesia merupakan sumber daya yang layak diandalkan sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik di Indonesia. Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara di seluruh Indonesia dalam 10 tahun ke depan diperkirakan sebesar 32.659 MW.Pembangkit berbahan bakar batubara dirancang untuk memikul beban dasar karena harga bahan bakar ini relatif paling rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil lainnya. Namun pembakaran batubara menghasilkan emisi karbon dioksida yang menimbulkan efek pemanasan global, disamping menghasilkan polusi partikel dan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan lokal. Pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar batubara harus memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Penggunaan teknologi supercritical boiler adalah sangat dianjurkan karena teknologi ini menghasilkan emisi yang lebih sedikit untuk setiap kWh listrik yang dihasilkannya, disamping penggunaan teknologi ramah lingkungan lainnya untuk mengolah batubara.
Kendala utama yang dihadapi PLN mengenai batubara adalah batasan harga dalam negeri, kesiapan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dermaga dan alat transportasi yang masih terbatas khususnya persiapan untuk proyek percepatan 10.000 MW. Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga US$140/barel pada semester 1 tahun 2008 telah mendorong kenaikan harga batubara di pasar dunia yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Pada saat yang sama harga batubara berkualitas tinggi telah menembus angka US$ 100 per ton, dan harga tinggi ini telah mendorong produsen batubara Indonesia untuk mengekspor batubaranya ke pasar dunia, terutama ke Cina dan India. Masalah kesiapan infrastruktur memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pihak agar batubara yang tersedia di tambang dapat sampai ke pembangkit sesuai rencana.

Potensi Gas Alam
Walaupun Indonesia tidak diperhitungkan sebagai pemilik cadangan gas terbesar dalam skala dunia, namun cadangan gas alam di Indonesia cukup besar, yaitu diperkirakan 164,99 Tscf .Kebutuhan gas alam untuk pembangkitan tenaga listrik terkendala oleh adanya sumber-sumber gas alam Indonesia yang telah terikat dengan kontrak jangka panjang dengan pembeli luar negeri, dan adanya kompetisi penggunaan gas untuk kepentingan di luar kelistrikan, seperti industri pupuk dan industri lainnya. Seperti halnya dengan batubara, harga gas alam juga terkait secara ketat dengan harga minyak mentah, sehingga pada 2 tahun terakhir ini harga gas alam juga telah naik sangat tajam. Kendala lain dari penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik PLN adalah belum siapnya pipa transmisi gas alam ataupun fasilitas pendukung dari sumber-sumbernya ke pusat pembangkit yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa. Pada beberapa tahun terakhir ini pasokan gas kepada pembangkit PLN sangat menurun dan pengembangan infrastruktur penyaluran gas dari sumur-sumur baru ke pembangkit PLN tidak ada. Sementara itu pembangkit PLN khususnya PLTGU berada di lokasi yang sangat strategis, yaitu di pusat beban, dan peranannya tidak dapat digantikan oleh pembangkit di tempat lain karena kendala transmisi. Situasi tersebut memaksa PLN untuk mencari LNG untuk digunakan pada pembangkit dimaksud walaupun harga LNG relatif tinggi. Untuk itu kebijakan pemerintah mengenai penggunaan gas alam di dalam negeri sangat diperlukan guna meningkatkan efisiensi bauran energi secara nasional. Konversi minyak bumi ke gas sangat bermanfaat untuk kebutuhan PLN. Penghematan akan bisa dilakukan jika pemerintah dan PLN fokus pada konversi gas ini.  PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mengklaim PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bisa melakukan penghematan sebesar Rp 3,4 triliun dari pemakaian gas. Karena itu, PGAS berharap bisa memasok gas kepada seluruh pembangkit listrik PLN yang ada di Jawa dan Bali.

Potensi Panas Bumi
Mengacu kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain oleh JICA bersama Direktorat Jenderal Mineral Batubara dan Panasbumi pada tahun 2007 berjudul Master Plan Study for Geothermal Power Development in the Republic of Indonesia dan Hydro Power Potential Study oleh PLN pada tahun 1982, potensi energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik cukup besar. Menurut Master Plan Study panas bumi tersebut, potensi panas bumi Indonesia yang dapat dieksploitasi adalah 9.000 MW tersebar di 50 lapangan, dengan potensi minimal sebesar 12.000 MW.

Potensi EBT
PLN juga mempersiapkan cukup banyak proyek-poyek pembangkit listrik EBT . PLTA, yaitu mencapai sekitar 4.740 MW hingga tahun 2019. Sedangkan potensi tenaga air keseluruhan menurut studi Hydro Power tersebut adalah 75.000 MW. Potensi biomasa juga sangat besar (49.810 MW), dan energi alternatif lainnya seperti tenaga matahari, angin, dan ombak juga tersedia.

Program pembangunan pembangkit listrik baru untuk periode 2010-2019 sebesar 55.484 MW, diantaranya yang akan dibangun oleh PLN sebesar 31.958 MW dan IPP sebesar 23.526 MW.
Kebutuhan investasi pembangkit, penyaluran dan distribusi selama periode 2010 – 2019 untuk memenuhi kebutuhan sarana kelistrikan di Indonesia secara keseluruhan adalah sebesar US$ 97,1 milyar yang terdiri dari investasi pembangkit (termasuk IPP) sebesar US$ 70,6 milyar, investasi penyaluran sebesar US$ 15,2 milyar dan investasi distribusi sebesar US$ 11,3 milyar.

UPAYA EFISIENSI PRODUKSI DAN KEBIJAKAN SERTA KONSERVASI ENERGI LISTRIK
Pemerintah perlu melakukan audit sistem kelistrikan dengan baik agar bisa melahirkan berapa anggaran dana yang tepat untuk PLN. Perlu ada suatu kebijakan darurat agar resiko-resiko yang terjadi saat produksi listrik bisa ditanggulangi dengan baik dan tidak dibebankan pada masyarakat. Misalnya penanggulangan travo yang meledak, perawatan pembangkit, penggantian komponen, dan lain-lain. Dari hasil audit seperti inilah bisa lahir anggaran biaya untuk mengatasi hal-hal kritis yang mungkin terjadi saat operasi berlangsung. Dari sini juga bisa ditentukan apakah butuh kenaikan Tarif Dasar Listrik atau tidak. Atau mungkin bisa diselesaikan dengan meningkatkan efisiensi produksi listrik daripada sekedar menaikkan TDL yang bisa berbuntut panjang pada permasalahan ekonomi.
Penyediaan kebutuhan listrik di Negara ini tidak serta merta hanya menjadi tanggung jawab PLN. Pemerintah mempunyai peranan besar juga. Pasalnya, keuangan PLN sangat bergantung pada permerintah dan DPR dalam menentukan budget seperti ketetapan naik atau tidaknya TDL , berapa subsidinya , dan bagaimana jaminan pasokan energi primer untuk produksi listrik. Hal-hal tersebut sangat berpengaruh pada PLN terutama dalam menyediakan investasi dan biaya pemeliharaan. Hal-hal ini perlu dikaji lebih mendalam oleh semua pihak terkait bersama-sama. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap semua sektor terkait secara menyeluruh mulai dari kebijakan Pemerintah sampai penuntasan inefisiensi kinerja PLN.
Penghematan listrik juga perlu dilakukan oleh konsumen atau dalam hal ini masyarakat sebagai pengguna listrik. Bukan sekedar untuk mengurangi pengeluaran bulanan , tapi untuk mengatasi kurangnya pasokan listrik di Indonesia.
Saat ini masih ada 20 juta penduduk Indonesia yang belum dapat merasakan listrik. Ironisnya, kelompok yang memiliki akses listrik justru menjalani gaya hidup boros tanpa menyadari bahwa listrik adalah komoditas yang terbatas. Permintaan akan listrik terus meningkat sementara kapasitas pembangkit terbatas. Kegiatan edukasi publik tentang pentingnya penggunaan listrik secara efisien, seperti menghemat listrik dan penggunaan peralatan elektronik dengan efisien perlu terus dilakukan dengan sasaran berbagai kelompok, termasuk kelompok anak muda. Program-program pro energi dan lingkungan perlu ditingkatkan. Tidak bisa dipungkiri bahwa sektor ketenagalistrikan adalah salah satu sektor yang menyumbang emisi karbon dan polusi yang cukup besar. Karena itulah pembangkit listrik berbahan bakar EBT perlu dikembangkan dan ditingkatkan efisiensinya. Penggunaan teknologi yang ramah lingkungan harus menjadi fokus utama riset yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi masalah krisis energi. Mahasiswa bisa terus mempelajari mengenai pengefisiensian energi bahan bakar fosil dan terus meneliti mengenai energi terbarukan supaya lebih murah secara infrastruktur dan tidak tergantung lagi pada pihak asing dalam pengadaan teknologi .

Diawali dari hal yang kecil akan lahir sesuatu yang besar.
Mulailah perubahan dari diri kita sendiri untuk bisa mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik.
Maju terus Indonesia.
BEST REGARDS.
YAMIN YAHYA.
TEKNIK TENAGA LISTRIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG.  



Daftar pustaka :
RUPTL PLN 2010-2019
 

No comments:

Post a Comment