Pages

Wednesday, March 30, 2011

kebijakan pembatasan subsidi bbm (dan seluk beluknya)

tulisan ini disusun dalam mengkritisi kebijakan pemerintah tentang pembatasan BBM bersubsidi.
tentu dalam penyusunan tulisan ini gue masih banyak kekurangan dan perlu lebih banyak lagi belajar.semoga tulisan ini bisa bermanfaat.

KEBIJAKAN PEMBATASAN SUBDISI BBM ( DAN SELUK BELUKNYA)

Semua negara di dunia termasuk Indonesia bergantung pada energi fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya. Energi fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara adalah pemasok utama kebutuhan energi di dunia. Di negara ini kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) sangat besar. BBM dipakai sebagai sumber energi di sektor transportasi,industri,rumah tangga, dan sektor-sektor lainnya.

Ketergantungan terhadap BBM ini menimbulkan kekhawatiran karena jumlah produksi BBM di Indonesia terbatas dan cadangannya juga tidak besar. Selama ini,untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, BBM mendapat subsidi yang berasal dari dana APBN. Subsidi pada tahun 2010 untuk BBM mencapai Rp 100 triliun. Dengan alasan itulah pemerintah berniat akan melaksanakan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi untuk mengurangi beban APBN sekaligus penghematan keuangan negara. Dengan kebijakan ini, subsidi BBM akan dikurangi dengan cara melarang mobil plat hitam atau mobil pribadi menggunakan BBM bersubsidi. Dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, pemerintah mengklaim bisa menghemat anggaran mencapai lebih dari Rp 3 triliun.

Agar pelaksanaan kebijakan ini efektif, perlu ada kesiapan infrastruktur yang menunjang proses peralihan dari konsumsi premium menjadi pertamax. Kesiapan infrastruktur seperti SPBU misalnya, sangat penting untuk bisa menjalankan kebijakan ini. Padahal ada lebih dari seratus SPBU di jabodetabek yang belum sepenuhnya siap memasok dan mendistribusikan pertamax. Jika pembatasan BBM bersubsidi ini diterapkan di tengah ketidaksiapan infrastruktur seperti ini, masyarakat akan mengalami kerugian karena pertamax tidak bisa dijumpai dengan mudah. Selain itu, sulit untuk melakukan kontrol terhadap pelarangan penggunaaan BBM bersubsidi bagi mobil berplat hitam. Meskipun dilarang membeli premium di SPBU, mobil plat hitam ini bisa mendapatkannya dari pihak ketiga dengan logika lebih baik membeli premium yang lebih murah daripada harus membeli pertamax dengan harga mahal. Akan ada banyak kendaraan bermotor, misalnya motor,kendaraan angkutan umum, dan kendaraan lain yang diizinkan membeli premium bersubsidi, yang bolak-balik ke SPBU mengisi penuh tangkinya untuk dijual kepada kendaraan plat hitam. Hal tersebut akan memicu terjadinya perilaku penyelewengan hak konsumsi BBM bersubsidi. Selain itu, daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintahan akan memiliki potensi menjadi lahan penyalahgunaan para mafia BBM dengan modus yang lebih terorganisir. Dengan kasus tersebut, aparat keamanan akan sulit untuk menjangkau dan mengawasinya.

Tentu pembatasan ini akan menimbulkan banyak dampak lainnya. Pembatasan ini tidak saja hanya akan berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat terhadap BBM tapi juga pada tingkat produksi karena ada banyak kendaraan plat hitam yang digunakan masyarakat sebagai sarana produksi. Artinya, kendaraan itu digunakan masyarakat untuk bekerja dan berproduksi, misalnya kendaraan plat hitam untuk mengangkut barang dan karyawan atau untuk menjual barang dan jasa. Demikian juga dengan usaha kecil menengah yang menggunakan kendaraan plat hitam. Mereka juga harus mengeluarkan biaya BBM hampir dua kali lipat untuk bisa tetap menjalankan usahanya. Kenaikan biaya transportasi ini akan membuat biaya produksi meningkat. Apalagi khusus untuk bahan bakar pertamax yang mengikuti harga pasar internasional. Biaya produksi ini akan terus naik seiring melonjaknya harga minyak mentah dunia. Dampak kenaikan biaya produksi ini juga akan meningkatkan inflasi dan suku bunga. Harga barang dan jasa juga akan meningkat sehingga daya beli masyarakat menurun. Argumentasi bahwa pembatasan BBM bersubsidi hanya berpengaruh pada kalangan menegah keatas adalah salah karena kebijakan ini akan menyebabkan inflasi yang akan membuat perekonomian masyarakat menengah ke bawah jatuh akibat harga barang-barang kebutuhan hidup ikut naik.

Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi juga akan membuat perusahaan minyak asing merasakan keuntungan. Mengapa? Lihat saja SPBU asing seperti Shell, Petronas, dan Total. Secara kasat mata SPBU asing tersebut sepi pelanggan meskipun memiliki SPBU yang bagus dan sevice yang baik. Selama ini konsumen Indonesia lebih memilih membeli premium bersubsidi di Pertamina karena harganya lebih murah. Dengan adanya kebijakan yang mengharuskan rakyat beralih dari premium ke pertamax maka SPBU asing ini akan mendapat konsumen baru secara otomatis. Sementara itu rakyat akan semakin menderita akibat peralihan ini.

Selain itu , argumen tentang penghematan sebesar Rp 3,8 triliun dari penerapan kebijakan ini tidak tepat. Subsidi BBM dianggap telah membebani APBN sehingga akan terus dikurangi secara bertahap. Subsidi BBM sebenarnya adalah untuk membantu rakyat. Jika diperhatikan lebih teliti, sebenarnya yang menjadi beban utama APBN adalah pembayaran cicilah bunga utang dan pokoknya. Pada tahun 2010, subsidi energi adalah sebesar Rp 143,5 triliun dan cicilan utang sebesar Rp 230,3 triliun. Sementara di tahun 2011 ini, subsidi energi adalah sebesar Rp 133,8 triliun dan cicilan utang sebesar Rp 240,1 triliun. Subsidi energi terus dikurangi dari tahun ke tahun sementara dana APBN untuk cicilan utang terus meningkat. IMF yang menyetejui pelaksanaan kebijakan pembatasan subsidi BBM karena mungkin menginginkan subsidi lebih digunakan untuk pembayaran utang tersebut. Lembaga keuangan dunia seperti IMF, ADB, dan World Bank sudah sejak lama mendorong pemerintah untuk melakukan kebijakan ini. Kalau tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi beban APBN , akan lebih tepat jika pemerintah menghemat pos-pos anggaran lain seperti pos pengeluaran untuk membiayai perjalanan dinas keluar negeri atau pos pengeluaran untuk biaya perawatan dan pembangunan gedung dewan. APBN yang ditetapkan pemerintah untuk kunjungan pejabat ke luar negeri di tahun 2010 adalah sebesar Rp 16,2 triliun yang pada realisasinya membengkak menjadi Rp 19,5 triliun pada APBN-P 2010 (Republika, 17/1/2011). Akan sangat bijak jika penghematan APBN dilakukan dengan cara memangkas berbagai anggaran yang digunakan untuk memenuhi fasilitas pejabat pemerintah dan politisi. Efisiensi penggunaan anggaran di pos-pos anggaran lain juga penting untuk dilakukan.

Solusi yang tepat saat ini adalah membatalkan kebijakan pembatasan subsisdi BBM. Kebijakan untuk menaikkan harga BBM secara bertahap cenderung lebih baik dan jelas.

Kebijakan ini memiliki banyak kelebihan karena tidak perlu adanya kesiapan infrastruktur . Selain itu kemungkinan penyalahgunaan seperti penyelundupan BBM oleh pihak ketiga tidak mungkin terjadi. Penghematan juga menjadi jelas karena kenaikan harga BBM bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan APBN dan dapat diterapkan langsung di seluruh pelosok negeri. Besarnya target penghematan dapat dihitung sejak awal. Misalnya, harga BBM dinaikkan sebesar Rp 1000 per liter akan mampu menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 23,2 triliun. Kenaikan harga BBM tentu akan merugikan rakyat juga, tapi kebijakan ini adalah pilihan yang lebih rasional dan realistis daripada kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang relatif lebih banyak dampak negatifnya. Menaikkan harga BBM dengan besaran terbatas, anggap Rp 500-Rp1000 per liter, akan lebih signifikan daripada harus beralih dari premium ke pertamax ,dari Rp4.500 per liter ke Rp7.950 per liter saat ini, yang sama saja berupa kenaikan harga secara tidak langsung akibat pembatasan BBM bersubsidi.


Selain itu pemerintah juga harus lebih konsisten untuk mengembangkan energi alternatif, misalnya bahan bakar gas (BBG). Hal ini bisa dilakukan dengan memperkuat pembangunan infrastruktur yang mendukung penggunaan BBG. Selain itu, perlu adalah langkah nyata pemerintah untuk melaksanakan diversifikas dan konservasi energi. Diversifikasi energi bertujuan mengurangi ketergantunga kepada BBM, sedangkan konservasi energi bertujuan melakukan pengehematan konsumsi energi.

Pada akhirnya, langkah terbaik adalah perlu adanya kolaborasi dan sinergi dari semua pihak terkait. Kerjasama antara pemerintah sebagai regulator, swasta sebagai investor, dan penegak hukum harus terjalin dengan baik. Masyarakat juga harus berpartisipasi mengikuti langkah kebijakan yang dibuat pemerintah jika kebijakan tersebut sudah berpihak pada kepentingan masyarakat luas dan bertujuan memajukan pembangunan di negara ini.

No comments:

Post a Comment